Nahdatul Wathan.or.id-Sosok yang dibahas kali ini bukan sosok
yang asing di telinga dan mata kita, bahkan sudah sangat familiar. Hampir 5
tahun lebih berita tentang dirinya, aktifitas, dan kinerjanya seolah menjadi
menu wajib surat kabar yang terbit di seantero NTB. Termasuk juga Lombok Post
sebagai koran terbesar se-NTB.
Muhammad Zainul Majdi adalah tokoh fenomenal dunia
kepesantrenan hari ini. Dia yang akrab disebut TGB, sebelum menjabat Gubernur,
selama kurang lebih 10 tahun bersafari dakwah mengadakan pengajian di kota dan
di kampung se-NTB. Kaset ceramahnya diputar di rumah-rumah dan di masjid-masjid
mengimbangi ceramah KH. Zainuddin MZ. Akhirnya tatkala mencalonkan diri sebagai
Gubernur NTB tahun 2008 lau, hal itu seolah membuka lembaran baru perpolitikan
NTB.
Bagaimana tidak, seperti ditulis oleh Dr. Rasmianto dalam
kata pengantar sebuah buku yang mengulas kiprah tokoh kita ini, bahwa dia hadir
di NTB yang penuh warna dan penuh kejutan. Satu sisi dia merefresentasikan
dunia ketuanguruan dan di sisi lain merefresentasikan birokrat santri yang
masih muda belia. “Sebagai sosok tuan guru, muda lagi, dia hadir pada saat dan
waktu yang tepat,” tulisnya.
Penulis merekam beberapa testimoni dan opini dari beragam
kalangan tentang Muhammad Zainul Majdi sebagai seorang pribadi,
intelektual, ulama, dan Gubernur NTB.
TGB sebagai Gubernur NTB
Suatu hari penulis berdialog ringan dengan salah satu
ajudan Gubernur NTB saat bersilaturrahim ke Ummi Siti Rauhun dan TGB di gedeng
Pancor. Penulis bertanya padanya tentang kesan menjadi ajudan TGB. Ia
menjawab bahwa dirinya banyak mendapat ilmu dari TGB. “Gubernur sekarang inilah
yang paling dekat dengan bawahan atau pegawainya. Beliau sering keliling
kantor, tanya ini itu tentang pekerjaan. Ia selalu senyum tapi tegas.
”Menurutnya itulah kesan rekan-rekan kerjanya yang sudah lama di
Gubernuran. Ketika penulis desak apa kekurangannya, dia menjawab, “Kurangnya,
tidak banyak orang seperti beliau, menurut saya beliau rendah hati tapi
wibawanya nggak dibuat-buat."
Selepas cucu pendiri NW, TGKH M. Zainuddin Abdul Majid
ini terpilih menjadi Gubernur periode 2008-2013, antusiasme masyarakat
mengundang TGB dalam berbagai kegiatan meningkat tajam. Tidak saja dalam
kegiatan agama, seperti pengajian, peletakan batu pertama masjid, madrasah,
pesantren, khutbah Jum'at, namun menjalar ke semua kegiatan lain seperti
seminar berbagai disiplin ilmu, pelantikan pengurus ormas, diskusi publik, studium
general, hingga sunatan anak. Menurut orang dalam gubernuran, antusiasme
luar biasa ini tidak terjadi pada Gubernur-gubernur NTB sebelum TGB. "Jadi
wajar bila TGB tidak bisa hadiri semua, badan beliau cuma satu, seandainya bisa
menghadiri semua, maka akan dipenuhinya. Jadi terpaksa ia berbagi peran dengan
wakil atau rekan beliau."Demikian penuturannya. Biasanya selepas selesai
acara di kampus atau di masyarakat, TGB selalu dikerubuti jamaah atau
mahasiswa sekedar bersalaman, minta kepala anaknya dielus, bahkan minta
foto-foto.
Kehadiran beberapa ulama Timteng di Pendopo Gubernur NTB
adalah peristiwa langka sebelumnya, bahkan mungkin saja belum pernah. Namun,
saat NTB dipimpin TGB, Alhamdulillah mereka menginjakkan kaki di sana dan
diterima sebagai tamu kehormatan daerah. Menghormati ulama dan memuliakannya
adalah akhlak Islami yang fundamental sekali, sebab mereka adalah penyambung
lidah para Nabi. Tercatat Prof. Dr. Abdul Hayy Al-Farmawi asal Mesir,
Al-Habib Zain bin Sumaith yang tinggal di Jeddah, Al-Habib Salim As-Syatiry
asli Yaman, dan Dr. Muhammad bin Ismail Zain Al-Makki domisili Makkah, adalah
para tamu Gubernur. Panitia tidak lupa mengundang para tuan guru dan alim ulama
menemani TGB mendengar siraman tausyiah dari para ulama itu. Para Tuan Guru
berseloroh tidak ada ceritanya dari dulu Tuan guru ngaji ke pendopo, kecuali di
masa TGB menjabat. Ada pula yang bergumam, "Pendopo seolah rumah
sendiri".
Dalam sebuah pengajian, TGH. Habib Tantawi, asal Praya
menceritakan bahwa saat rombongan Tuan guru dan pimpinan ponpes se-NTB yang
dipimpin TGH. Safwan Hakim mengadakan kunjungan ke beberapa ponpes di Jawa,
salah satunya adalah Pondok Modern Gontor, Kiyai Gontor, Dr. KH. Syukri Zarkasi
memberi motivasi kepada para santrinya. Di dampingi para Tuan guru asal NTB ia
menyatakan bahwa para santri Gontor harus termotivasi agar bisa mengikuti jejak
Gubernur NTB. Gubernur termuda Indonesia yang lahir dari rahim pesantren. Ini
menandakan euporia kebangkitan pesantren dengan terpilihnya TGB telah menjalar
ke seluruh Indonesia.
Ini terbukti ketika adik penulis yang pernah tinggal di
kota Jayapura selama 11 bulan. Dari beberapa masjid yang dia kunjungi dan
berdialog dengan para pengurus di sana, banyak kesan seragam yang membuat ia
takjub. Ketika ia ditanya, "Ustadz asal mana?" Lantas dia menjawab
berasal dari Lombok. Mereka rata-rata menjawab, "Lombok itu NTB, yang
gubernurnya termuda dan Kiyai itu? Kami bangga, meskipun bukan orang NTB, ada
pemuda muslim sekaligus ulama menjadi pimpinan daerah. Seandainya di semua
daerah seperti itu,” ungkapnya.
TGB Sebagai Ulama dan Intelektual
Testimoni ini riwayatnya shahih, penulis dengar
langsung dari dua orang rekan TGB, dalam kesempatan berbeda, pertama
Dr. Muhlis Hanafi, dosen UIN Jakarta dan anggota badan pentashih Al-Qur'an
pusat dan Dr. M. Said Ghazali, dosen IAIH Pancor dan IAIN Mataram. Keduanya
sahabat karib TGB di Mesir. Saat TGB mengambil Magister di Al-Azhar jurusan
Tafsir Al-Qur'an, tahun pertama (fashlul awwal) jumlah mahasiswa yang
diterima 40 orang. Setiap kenaikan tingkat diadakan semester, hanya yang
nilainya bagus saja yang lulus. Ternyata pada tahun kedua atau fashlu atsani
tidak ada yang lulus, kecuali hanya seorang, yaitu TGB. Akhirnya hingga
Menggondol gelar S2, beliau hanya belajar 4 mata dengan para dosennya, karena
hanya TGB seorang yang tersisa di kelas itu.
Gelar doktor ilmu tafsir pun berhasil diraihnya. Di
sela-sela kesibukannya sebagai Gubernur, ia berhasil menyelesaikan disertasinya
tentang studi filologi atas Tafsir Ibnu Kamal Basya dari surat An-Naml hingga
surat As-Shaffat. Disertasi itu meliputi editing naskah manuskrip yang ditulis
abad 10 H, memberi kritik, komentar, dan analisis metode penafsiran. Oleh
pengujinya yang terdiri dari pakar Tafsir kelas dunia, ia dianugerahi Martabah
Syaraf Al-Ula atau Summa Cumlaude dengan merekomendasikan risetnya
untuk dicetak dan disebarluaskan ke dunia Islam atas biaya Al-Azhar.
Keunggulan intelektual TGB memang sudah tercium sejak
masih belajar di Pancor. Penulis sering menjumpai Zainul Majdi muda sering
membeli buku baru di toko buku milik penulis, Toko Hikmah Pancor. Penulis
sering mendapatinnya sedang menyetor hafalan di rumah Syaikh Jum’ah Al-Misry,
seorang masyaikh Ma’had DQH NW Pancor asal Mesir di awal tahun 90-an. Bahkan,
menurut cerita para guru senior di Muallimin, almamater penulis, terkadang TGB
ketiduran di kelas saat guru sedang menerangkan. Namun, saat dia ditanya materi
yang disampaikan saat itu, dia selalu bisa menjawab dengan jawaban yang
memuaskan. Zainul Majdi adalah primadona dan buah bibir secara turun menurun di
madrasah Muallimin Pancor hingga kini.
Dalam kunjungannya ke Yayasan Pendidikan Hamzanwadi NW
Pancor, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. M. Nuh menyebut bahwa TGB
adalah aset NTB. Bahkan dirinya berharap TGB ke depannya bisa memimpin Indonesia,
bahkan berpotensi memimpin dunia. Ungkapannya itu sontak disambut gema takbir
ribuan santri yang hadir malam itu. Kesan yang sama disampaikan oleh Rektor UIN
Malang, Prof. Imam Suprayogo saat TGB menyampaikan studium general di
kampus yang dipimpinnya. Selepas mendengar presentasi TGB tentang Pendidikan
Islam, ia terkagum-kagum. Menurutnya ia tidak sefaham dengan opini sebegaian
orang bahwa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan masa depan. Buktinya,
Indonesia masih punya stok calon presiden masa depan, satu di antaranya adalah
Muhammad Zainul Majdi. Subhanallah.